KETERKAITAN KETERAMPILAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEORANG PEMIMPIN DENGAN MODUL 1 DAN 2

 


1) Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Patrap Triloka terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Semboyan tersebut artinya adalah "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan." Sebagai guru tentunya perlu untuk menjiwai bahkan menerapkan 3 semboyan tersebut. Guru mampu menjadi teladan bagi siswanya, mampu bekerja sama dengan siswa dan mampu memotivasi siswanya. Ketiga semboyan ini sangat berpihak kepada siswa, artinya guru sebagai pemimpin pembelajaran pun dalam mengambil keputusan akan mempertimbangkan keberpihakan pada siswa dengan melihat nilai-nilai kebajikan dan sehingga keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.

 

2)    Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai diri sebagai seorang guru tentunya adalah nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan masih banyak lagi lainnya. Adapun nilai-nilai yang tertanam dalam diri adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter, perilaku dan membimbing keputusan kita. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika (Benar Vs Benar), akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Begitu juga jika kita berhadapan dengan situasi bujukan moral (Benar Vs Salah). Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.

Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Dengan menguasai kompetensi sosial emosional, diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

 

3)    Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Pada konteks pembelajaran yang berpihak pada murid, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kemdikbud. Kegiatan coaching ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid untuk memaksimalkan potensinya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach sehingga dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

Secara umum proses coaching merupakan kegiatan kemitraan antara coach dan coachee yang membantu coachee untuk membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi. Salah satu model penerapan coaching yang cukup efektif adalah dengnan menggunakan alur TIRTA. TIRTA merupakan akronim dari Tujuan, Identifikasi permasalahan, Rencana aksi dan TAnggung jawab. Melalui alur TIRTA ini, tahap-demi tahap proses coaching dari segi tujuan, identifikasi masalah, rencana aksi dan tanggungjawab berisi pertanyaan reflektif, terbuka dan efektif yang bisa menggali potensi coachee pada proses pengambilan keputusan, terutama 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan bisa dijadikan sebagai panduan coach untuk mengarahkan coachee pada pengambilan keputusan yang efektif .

 

4)    Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Pada saat pengambilan keputusan dilakukan, seorang guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional agar proses pengambilan keputusan dilakukan secara sadar penuh, kesadaran atas  berbagai pilihan dan dampak yang ada. Ketika seorang guru telah menguasai pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang baik mengenai aspek sosial dan emosional, maka keputusan yang diambil memiliki dampak dan tujuan yang positif, keputusan yang diambil juga dapat dipertanggungjawabkan. Kesadaran akan aspek sosial emosional disaat mengambil keputusan juga diperlukan oleh seorang guru terutama saat dihadapkan dengan kasus tertentu yang menuntutnya untuk mengambil suatu keputusan, guru dapat mengarahkan diri untuk melakukan Teknik STOP, yang dilakukan adalah berhenti, kemudian menarik nafas panjang, hingga memberikan waktu untuk memahami dengan baik kasus yang dihadapi. Guru juga akan mencari tau apa yang dirasakan siswa dan mau mendengarkan dengan penuh perhatian (focus). Respon guru yang berkesadaran penuh ini lah yang akan mempengaruhi putusan yang diambil.

 

5)    Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Ada banyak nilai-nilai yang dimiliki seseorang misalnya seperti nilai kejujuran, loyalitas, keadilan, kepedulian terhadap orang lain, memenuhi janji dan lainnya. Nilai yang ada tersebut akan menentukan prinsip dalam pengambilan keputusan. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, dalam membuat keputusan tentu sering menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan nilai-nilai etika yang dipahami dan dianutnya. Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien  sesuai dengan situasi yang dialami. Sehingga nilai-nilai yang dianut seseorang akan menentukan sudut pandang, kecendrungan paradigma dan prinsip yang diambil seseorang dalam membuat keputusan.

Dilema etika adalah situasi dimana terjadi pertentangan batin karena terdapat situasi yang memiliki situasi yang sama benar namun bertentangan. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sehingga keputusan yang diambil merefleksikan nilai-nilai yang dianut atau dijunjung tinggi. Untuk itu dalam memutuskan kasus dilema etika maka guru harus memegang teguh 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan.

Empat Paradigma berpikir:

·       Individu lawan masyarakat (individual vs community)

·       Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

·       Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

·       Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Tiga Prinsip Berpikir:

·       Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

·       Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

·       Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan yaitu:

-          Langkah 1 : Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

-          Langkah 2 : Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini 

-          Langkah 3 : Kumpulkan fakta-fakta yang relevan

-          Langkah 4 : Pengujian benar atau salah, yang terdiri atas: Uji Legal, Uji Regulasi,  Uji Intuisi, Uji Publik, Uji Panutan/Idola,

-          Langkah 5 : Pengujian Paradigma Benar lawan Benar 

-          Langkah 6 : Melakukan Prinsip Resolusi 

-          Langkah 7 : Investigasi Opsi Trilema 

-          Langkah 8 : Buat keputusan

-          Langkah 9 : Tinjau lagi keputusan dan refleksikan

 

6)    Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat akan memiliki konsekuensi positif terhadap institusi atau lembaga di mana kita berada. Pengambilan keputusan adalah bagian terberat dari tugas sebagai pemimpin pembelajaran karena secara langsung atau tidak langsung keputusan kita akan berpengaruh terhadap institusi yaitu dalam hal ini sekolah atau lingkungan tempat kita berada, dan terutama komunitas dimana kita berada atau siswa yang mungkin juga berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Untuk itu, dalam membuat keputusan kita harus memikirkan konsekuensi keputusan kita, dengan memikirkan terlebih dahulu keputusan kita menggunakan prinsip pengambilan keputusan yang efektif. Keputusan yang buat tentunya harus mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan, berpihak pada siswa serta keputusan yang bertanggung jawab. Karena itu, jika keputusan kita tepat, maka akan terwujud lingkungan yang positif, juga kondusif serta aman dan nyaman, karena keputusan kita menentukan hal tersebut dan begitu juga sebaliknya. Jika kita salah mengambil keputusan, tentu konsekuensinya juga tidak akan baik dan berpengaruh buruk pada lingkungan dan orang-orang yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung dengan keputusan kita.

 

7)    Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika, tentunya ada tantangan yang seringkali dihadapi, diantaranya:

1)   Perbedaan cara pandang dan kepentingan dari orang- orang yang berada dalam masalah dan juga sulitnya merubah mindset atau cara berpikir orang lain dalam memandang kasus dilema etika. Setiap orang punya sudut pandang, ego, dan kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan seperti ini menjadi satu kendala sekaligus tantangan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan. Untuk bisa menghasilkan keputusan yang tepat, tentu kita harus memiliki dasar pengetahuan bagaimana orang orang hebat mengambil keputusan, prinsip ataupun paradigma apa yang digunakan dan juga bagaimana menguji tepat atau tidaknya keputusan kita sehingga kita bisa memastikan apakah keputusan itu tepat atau tidak.

2)   Nilai sosial dan budaya masyarakat yang ada di lingkungan masyarakat juga dapat menjadi salah satu tantangan dalam mengambil keputusan. Tantangannya adalah bagaimana mengakomodasi nilai budaya di lingkungan dalam keputusan yang diambil sehingga bisa menghasilkan keputusan yang tentunya tepat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan secara umum.

3)   Pemimpin perlu melibatkan pihak-pihak terkait permasalahan dalam mengambil keputusan. Artinya dalam suatu lembaga, keputusan dapat diambil melalui pertimbangan musyawarah. Tentunya dalam mengambil keputusan, keputusan yang dambil tidak bisa menyenangkan banyak pihak. Namun karena dilakukan dalam musyawarah, keputusan tetap harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

 

8)    Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada siswa. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi siswa dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya. Artinya, keputusan seorang guru dalam proses pembelajaran hendaknya dilakukan dengan cara memberikan tuntunan yang bisa mengarahkan siswa pada pengembangan potensi siswa, kebebasan berpendapat dan kebebasan mengekspresikan diri sendiri dalam proses pembelajaran sehingga mereka mendapatkan kemerdekaan belajarnya. Dengan cara demikian, para siswa dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

Terkait dengan potensi siswa yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran di kelas, soarang guru dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Maksudnya adalah pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa dengan tujuan potensi siswa akan muncul/meningkat sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa


 

9)    Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Sebagai guru, kita menyadari bahwa salah satu tugas sebagai pemimpin pembelajaran adalah mengambil keputusan yang tepat, karena kita sadar bahwa keputusan yang kita ambil akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung kepada sekolah terutama kepada murid kita. Sebagai pemimpin pembelajaran, kita juga harus memahami bahwa keputusan yang kita ambil memiliki konsekuensi. Ketika kita mengambil keputusan yang berpihak pada siswa maka murid kita akan belajar menjadi orang yang merdeka dan juga bisa mengambil keputusan yang tepat kelak dan tumbuh menjadi pribadi yang matang dan cermat dalam mengambil keputusan.

Sebagai pengalaman nyata, saya pernah mengalami kasus sesorang siswa saya yang sedang mengikuti seleksi masuk akademi kepolisian namun ada sedikit kendala pada kurangnya nilai pada salah satu mata pelajaran. Saat itu siswa beserta orang tuanya datang ke sekolah meminta agar nilai pada salah satu mapel tersebut diubah. Sebagai kepala sekolah, tentunya hal ini menjadi dilema etika. Di satu siswa kepala sekolah perlu menjaga kredibilitas guru, keadilan dan kejujuran, di sisi lain juga berharap siswa itu dapat behasil lulus seleksi masuk akademi kepolisian. Dalam kasus ini, saya bisa merefleksikan pengambilan keputusan guru maupun kepala sekolah pada situasi ini dapat mempengaruhi masa depan murid. Selain prinsip kejujuran yang kita yakini dan aturan yang kita ikuti, ada perspektif lain yang kita harus sadari yaitu unsur keberpihakan pada murid kita atau kemaslahatan murid.

Dalam menghadapi situasi dilema etika kita harus membuat keputusan, maka 4 pradigma pengambilan keputusan menjadi hal utama yang dipegang, dimana sebagai makhluk sosial yang hidup dengan nilai dan norma yang berlaku, maka terkadang adalah hal yang benar untuk mengikuti aturan namun juga terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan benar. Pilihan untuk memegang aturan dpat dibuat berdasarkan rasa keadilan, namun pilihan untuk membijaksanai aturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan atau kebaikan kepada murid. Prinsip berpikir inilah yang menjadi penting bagi pemimpin pembelajaran dalam membuat keputusan demi masa depan murid. Dengan menganalisis kasus yang kita alami atau situasi yang kita alami sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah terutama yang berdampak kepada murid, maka kita harus memegang 4 paradigma dilema etika dan 9 langkah pengujian sehingga kita bisa mengambil keputusan yang tepat demi masa depan murid.

 

10)     Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Dalam Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara (Modul 1), Guru adalah “penuntun “ segala kekuatan kodrat (kodrat alam & kodrat zaman) pada siswa agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada siswa. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya mampu menggabungkan strategi pengajaran dan pembelajaran  dengan kearifan lokal dan filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani.” Disini ada pergeseran paradigma di mana guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama informasi dalam proses pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi siswa, termasuk dalam hal pengambilan keputusan.

Sebagai penuntun, guru juga harus memiliki dasar pengambilan keputusan yaitu berupa nilai yang berpihak pada siswa dengan berpedoman pada nilai-nilai moral, religius dan nilai kebajikan universal serta bertanggung jawab. Seorang guru perlu memiliki peran dan nilai yang berupa mandiri, reflektif, kolaboratif, kreatif dan berpihak pada murid sehingga lebih memantapkan diri dalam pengambilan keputusan.

Dalam membuat keputusan dibutuhkan juga kejelasan visi, misi sekolah, budaya dan nilai-nilai sebagai acuan pengambilan keputusan di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Guru juga harus mengedepankan kemerdekaan belajar murid dengan mengarahkan murid pada proses penggalian dan pengembangan potensi siswa melalui proses coaching sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang tepat dan hal ini akan memudahkan siswa dalam menentukan masa depannya kelak. Kompetensi sosial emosional yang matang dari seorang guru akan mendukungnya dalam pengambilan keputusan yang tepat. Kompetensi ini meliputi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skill). Sebagai pemimpin pembelajaran, ketika kita berada dalam situasi dilema etika maupun bujukan moral, kita menggunakan prinsip kesadaran penuh atau mindfullness sehingga kita akan sadar dengan berbagai opsi dan konsekuensi yang ada, keputusan yang dihasilkan pun dapat dipertanggungjawabkan dan juga bermanfaat.

Selain itu, pembelajaran di kelas dengan strategi diferensiasi yang sesuai kebutuhan belajar murid akan mampu mengarahkan siswa pada proses pengembangan potensi mereka dan juga melalui proses coaching sehingga mereka dapat mencapai kemerdekaan belajarnya. Dalam pengambilan keputusann guru harus menerapkan prinsip atau dasar pengambilan keputusan yang tepat yaitu menggunakan empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip resolusi berpikir dan Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Berdasar penjelasan tersebut, butuh banyak pengalaman dan pembelajaran bagi saya untuk dapat menjadi guru atau pemimpin pembelajaran yang baik dan mampu mengambil keputusan dengan bijak, bermanfaat, bertanggung jawab dan berpihak pada siswa. Materi-materi yang saya pelajari dalam modul-modul ini tentunya sangat bermanfaat dan menjadi panduan bagi saya untuk belajar menjadi guru yang baik di sekolah khususnya bagi siswa-siswa saya.

 

11)     Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Sebagai seorang guru kita sering dihadapkan pada 2 situasi yaitu situasi dilema etika dan situasi bujukan moral. Dilema etika (benar vs benar) adalah sebuah situasi dimana keduanya benar tapi bertentangan dalam mengambil keputusan. Sedangkan bujukan moral (benar vs salah) adalah situasi ketika seseorang dihadapkan pada benar salah ketika mengambil keputusan. Ketika guru dan murid menghadapi situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan. Secara umum ada 4 paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu:

1)    Individu lawan kelompok

2)    Rasa keadilan lawan rasa kasihan

3)    Kebenaran lawan kesetiaan

4)    Jangka pendek lawan jangka panjang


Selain itu, dalam mengambil keputusan juga perlu memperhatikan tiga Prinsip pengambilan keputusan, yakni:

-     Berpikir Berbasis Hasil Akhir

-     Berpikir Berbasis Peraturan

-     Berpikir Berbasis Rasa Peduli


Selanjutnya, ada pula Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan antara lain:

1)    Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2)    Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi

3)    Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut.

4)    Melakukan pengujian benar atau salah terhadap situasi tersebut.

Ø Apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal)

Ø Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi)

Ø Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi)

Ø Apa yang anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik maupun viral di media sosial? Apakah anda merasa nyaman? (Uji Publikasi)

Ø Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? (Uji Panutan/Idola)

            5)    Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? (Pengujian Paradigma Benar lawan Benar)

6)    Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, prinsip mana yang akan dipakai? (Melakukan Prinsip Resolusi)

7)    Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan  tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)?

8)    Membuat keputusan yang akan Anda ambil.

9)    Lihat lagi keputusan Anda dan refleksikan

 

Setelah mempelajari modul 3.1 yang pada intinya berisi paradigm, prinsip dan langkah serta pengujian dalam mengambil keputusan, ada banyak hal yang di luar perkiraan saya. Hal yang sebelumnya tidak memahami, kini menjadi lebih paham. Selain itu, melalui forum diskusi dengan rekan guru lain, saya juga menemukan banyak ide kreatif dari rekan-rekan guru lain yang apabila sesuai dengan kondisi sekolah akan saya terapkan. Selanjutnya, setelah belajar modul ini, wawasan saya semakin terbuka bahwa sebuah pengambilan keputusan tidak akan mampu menyenangkan semua orang. Namun karena keputusan sudah diambil dengan berbagai pertimbangan, maka hasil keputusan harus tetap dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

 

12)     Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini, saya sudah sering mengalami kasus dilema etika maupun bujukan moral di sekolah. Misalnya saja ada siswa yang nilainya rendah tidak mencapai KKM, yang seharusnya tinggal kelas dengan berbagai pertimbangan akhirnya dinaikkan namun tetap harus memenuhi kewajiban sebagai siswa. Apa yang saya alami (pengalaman) ini pada dasarnya sama dengan apa yang saya pelajari dalam modul ini. Hanya istilah-istilah saja yang berubah namun pada intinya memiliki maksud yang samam

 

13)     Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Setelah mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin yang pada intinya membahas tentang dilema etika, bujukan moral, empat paradigma dilema etika, tiga prinsip pengambilan keputusan serta sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan, saya merasa terbuka wawasan dan memahami ternyata mengambil sebuah keputusan tidak segampang yang saya bayangkan. Setiap permasalahan yang muncul perlu dibahas secara detail sehingga sebagai pemimpin akan lebih tepat dalam mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan. Setelah mempelajari modul ini, tentunya pola pikir saya berubah. Sebagai pemimpin pembelajaran, saya harus lebih cermat dalam menghadapi permasalahan yang ada serta tetap tenang dalam memutuskan suatu perkara. Sebagai pemimpin pembelajaran, tentunya setiap keputusan yang saya ambil harus bersarkan pertimbangan keberpihakan kepada siswa, nilai-nilai kebajikan yang ada serta bertanggung jawab.

 

14)     Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sebagai guru, saya merasa sangat beruntung karena mendapat kesempatan dan bimbingan dalam mempelajari modul 3.1 ini. Materi-materi dalam modul ini sangat penting karena modul 3.1 ini sangat membantu saya dalam pengambilan keputusan pada kasus dilema etika. Secara individu sebagai guru ataupun sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah, kini saya dapat membuat keputusan yang benar dan efektif serta menghindari pengambilan keputusan yang ceroboh atau merugikan orang banyak. Sebelum saya mendapat pengetahuan tentang pengambilan keputusan, saya merasa bahwa banyak hal dan keputusan yang saya buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas dan terstruktur. Sekarang saya lebih percaya diri memutuskan segala kasus baik dilema etika dan bujukan moral dengan menggunakan sembilan langkah pengambilan keputusan.

Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »
Thanks for your comment